Aktivitas dayah Indrapuri mulai memudar seiring dengan meletusnya perang Aceh melawan an Belanda sejak tahun 1873 M. Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan belajar mengajar di Dayah tersebut menurun drastis bahkan lumpuh total.
Beberapa ulama seperti, Teungku Haji Ismail Indrapuri yang kemudian dikenal dengan Teungku Chik Eumpee Trieng telah berupaya menghidupkan kembali kegiatan belajar mengajar di dayah yang terlantar itu. la di bantu oleh para teungku lainnya yang ikut bergabung dalam rangka meningkatkan clan memulihkan kondisi Dayah Indrapuri.
Mereka yang terlibat aktif antara lain; Teungku Hasballah Lam Lubuk Indrapuri, Teungku Hasyim Indrapuri, Teungku Haji Ahmad Linteung, Teungku Haji Abdurasyid Palembang, Teungku Ishak Seu-ot, Teungku Raja Lam Ilei, Teungku Polem Bueng Tujoh Montasik, Teungku Muhammad Amin Limon, Waki Saman Lam Lubuk, clan Waki Yusuf Seu-ot.
Kendatipun demikian, dayah Indrapuri belum menampakkan hasil sebagaimana yang diinginkan walau telah diupayakan selama lebih kurang 10 tahun lamanya. Para ulama terns berupaya mengatasi hal tersebut, namun akhirnya hasil musyawarah beberapa ulama membuahkan memperlihatkan titik terang.
Teungku Haji Ismail dan Uleebalang XII, Teungku Panglima Polem Muhammad Daud dan beberapa ulama lainnya melakukan evaluasi dan menyusun perencanaan untuk mengembalikan Dayah Indrapuri seperti sediakala. Hadir dalam rapat evaluasi antara lain, Tuanku Raja Keumala, Teungku Panglima Polem Muhammad Daud, Teungku Chik Eumpee Trieng, Teungku Haji Abdullah Lam-U, dan Teungku Haji Hasan Krueng Kalee. Hasil evaluasi antara lain adalah mencari seorang ulama yang benar-benar mampu dan mempunyai waktu penuh dalam mengelola dayah. Setelah mendengar saran dari Teungku Haji Hasan Krueng Kalee, maka diputus- kan untuk menjemput Teungku Haji Ahmad Hasballah bin Umar yang sedang bermukim di Yan Kedah, Malaysia
Setelah tiba di Aceh, langkah pertama yang dilakukan oleh Teungku Ahmad Hasballah adalah menghidupkan kembali peran Dayah Indra Puri yang telah lumpuh total akibat peperangan hingga menjadi sebuah pusat pendidikan dan tamaddun Islam yang mampu menghasilkan kader ulama dari berbagai pelosok daerah Aceh, seperti ketika dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam yang berpusat di Masjid Jamik Indrapuri Aceh Besar.
Membangun Pendidikan
Setelah kondisi Dayah Indrapuri mulai normal, maka langkah selanjutnya yang dilakukan Teungku Ahmad Hasballah adalah menentukan arah dan tujuan pendidikan serta pengajaran Dayah Indrapuri.
la mengembangkan dayah tersebut dengan membuka cabangnya di berbagai dperah lain yang mempunyai ciri khasnya masing-masing seperti, Madrasah jadamdiMontasiek yang menitikberatkan ke arah pendidikan politik dan wiraswasta dan Perguruan Islam di Seulimeum yang mengajarkan sejarah dan politik.
Selanjutnya, Abu Indrapuri juga membenahi sistem belajar yang dimulainya dengan membentuk Madrasah alHasbiyyah untuk pelajar putra pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah serta Madrasah Lil Ummahat di Tanjung Karang Lheue untuk putri.
Kedua madrasah ini dititikberatkan pada pendidikan iman dan ibadah, di samping pelajaran agama dan pelajaran umum lainnya. Hal ini dikarenakan Abu Indrapuri sendiri ahli atau takhassus (special) dalam bidang pemantapan iman dan ibadah.
Dalam rangka pembenahan iman dan ibadah, Abu Indrapuri terlebih dahulu mengajarkan kepada muridnya bahasa Arab. Menurutnya bahasa ini sangat penting sebagai pengantar untuk memahami ajaran Islam secara benar. Oleh karenanya, semua murid Madrasah al-Hasbiyyah diharuskan menguasai bahasa Arab dengan baik.
Dengan menguasai bahasa Arab, sebagai bahasa sumber (kitab) asli, mereka dengan mudah bisa memahami Islam langsung dari sumbernya al-Quran dan Hadist. Dengan demikian, para murid dengan sendirinya akan lebih mudah memahami dan mengembangkan pelajaran setelah mereka belajar pada perguruan tersebut.
Dalam pemantapan aqidah dan ibadah, selain penekanannya pada pelajaran bahasa Arab, Abu Indrapuri juga mengajarkan cara berdisiplin kepada murid-muridnya. Disiplin belajar, disiplin ibadah dan disiplin bekerja merupakan hal wajib yang harus dimiliki oleh setiap murid yang belajar di Dayah Indrapuri. Mereka yang melanggar disiplin tersebut akan mendapat hukuman.
Menurut Abu Indrapuri, disiplin itu akan terwujud apabila sikap iman dari seseorang itu sudah benar-benar mantap. Sistem pendidikan tersebut telah membawa perubahan benar terhadap pengembangan dan peningkatan Dayah Indnipuri.
Sebagai ulama yang pernah belajar di Makkah yang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh aliran Wahaby, Abu Indrapuri juga mengajari muridnya dengan ajaran-ajaran Wahabiyah. pelajaran aqidah yang diasuh pada dayahnya didasarkan pada kitab-kitab aqidah yang ditulis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri aliran Wahaby di Makkah).
Abu Indrapuri memperkenalkan kepada muridnya beberapa bentuk bid’ah dan khurafat yang sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Seperti kupanji (meletakkan kain putih di kuburan untuk melepas nazar), melakukan tolak bala dengan take (sesajian dari bubur nasi), rabu abeh (pergi kelaut pada akhir bulan Safar) untuk peulheuh alen (membuang sial). Abu Indrapuri sangat menentang hal-hal di atas dan menganggapnya sebagai perbuatan syirik.
Perubahan yang terjadi di dayah Indrapuri mendapat sambutan dan dukungan positif dari kalangan masyarakat maupun ulama di sekitarnya.
Kecerdasan Abu Indrapuri dan dukungan terhadap semua aktivitas yang diterapkan di dalamnya membuat dayah Indrapuri berkembang cukup pesat. Banyak murid berdatangan dari berbagai penjuru daerah Aceh seperti, dari Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Barat dan daerah-daerah lain, bahkan ada yang berasal dari luar Aceh, seperti, dari Palembang, Tanah Melayu.
Di antara murid-muridnya yang kemudian juga menjadi ulama di Aceh adalah, Teungku Ahmad Haji yang menjadi pembantu Abu Indrapuri sendiri, Teungku Haji Muda Wali yang kemudian menjadi pimpinan Madrasah Islamiah di Labuhan Haji, Aceh Selatan, Teungku Haji Amir Husin al-Mujahid yang kemudian menjadi ketua gerakan pemuda PUSA, Tuanku Abdul Azis yang kemudian menjadi ketua MAIBKATRA (Majlis Islam Asia Timur Raya), Teungku Abdullah Husin seorane, tokoh Syarikat Islam Aceh, dan Teungku Muhammad Sufi Glee Karong (putra Teungku Chik Eumpee Awe) yang terkenal mempunyai pendirian yang kuat dalam bidang aqidah dan juga muridnya yang fasih dalam membaca al-Quran, termasuk juga Teungku Razali Lhong, salah satu imam Masjid Raya Baiturrahman.
Abu Indrapuri juga menjaclikan Dayah Indrapuri sebagai pusat pelatihan tilawatil qur’an, sehingga banyak murid-muridnya menjadi fasih dalam membaca al-Quran atau qari. Mereka kebanyakan menjadi Imuem Masjid, Imuem Meunasah dan guru-guru pengajian di seluruh Aceh Darussalam.
Pembelajaran tilawatil qur’an merupakan salah satu keahlian dari Abu Indrapuri yang semasa kanak-kanak sudah mendalami tahsin qiraat. (salmanalhafidz.com)
Belum ada komentar