Banda Aceh – Peneliti sejarah Aceh, Hermansyah mengungkapkan, banyak sejarah di Provinsi Aceh sudah tidak terarah saat ini. Banyak sekali situs sejarah di Aceh tidak terawat dengan baik, bahkan ada yang hilang. Begitu juga dengan sejarah tentang Kesultanan Aceh.
Sejarah Kesultanan Aceh sudah cukup banyak yang berubah karena ditulis orang luar. Sebenarnya ada 34 sultan, namun yang terpublikasi hanya Sultan Iskandar Muda.
Dikatakan,sejarah kesultanan Aceh wajib diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Aceh. Untuk itu sangat penting bagi masyarakat untuk dapat memperingati hari kesultanan Aceh, apalagi bagi anak-anak cucu kita ke depan. “Kalau data tentang sejarah Kesultanan Aceh Darussalam mulai jelas kembali, kita bisa memperjuangkan untuk dipatenkan di tingkat pusat,” ujar Hermansyah dalam diskusi peringatan 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam, Sabtu (31/3).
Hermansyah berharap hasil diskusi kali ini terhadap peringatan 501 tahun Kesultanan Aceh Darussalam tidak hanya di meja diskusi, namun harus mampu dibawa ke tingkat menteri. Karena, bagaimanapun seluruh elemen masyarakat bertanggungjawab untuk melestarikan sejarah Aceh. “Kita harap pemerintah memperingati hari-hari penting dalam sejarah Aceh, bahkan hari-hari tersebut sepatutnya dijadikan hari besar untuk dirayakan setiap tahun secara luas,” ujarnya.
Peringatan 501 kesultanan Aceh di hadiri puluhan elemen masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga di antaranya aktivis, seniman, Production House (PH), penulis dan kalangan media di Aceh yang diselenggarakan di sebuh kafe Banda Aceh. Pertemuan itu untuk memperingati 501 Kesultanan Aceh Darussalam.
Peran Penting
Sementara itu, arkeolog Dr Husaini dari Unsyiah yang juga peneliti benda-benda sejarah mengaku, perlu peran penting dalam mengangkat sejarah di Aceh, masyarakat dan pemerintah, begitu juga dengan peneliti sejarah di Aceh harus meneliti kembali tentang situs situs sejarah dan kesultanan Aceh, “Pasalnya, sejauh ini masih banyak terjadi kesipangsiuran sejarah, bila hal ini tidak segera kita lakukan maka sejarah di Aceh akan menjadi teka teki untuk masa depan Aceh,” jelas Husaini.
Selain itu, Aceh bukan hanya tentang sejarah kesultanan saja yang sudah menghilang, tetapi banyak juga tentang pribahasa Aceh yang benar, seperti bahasa bahasa Aceh kini mulai berubah ke Acehannya. Bahkan zaman sekarang ini, banyak pengurus bangsa di Aceh yang tidak mengerti bahasa Aceh.
Hal ini terjadi seiring dengan minimnya kepeduliannya masyarakat dan pemerintah Aceh dalam menjaga kecitraan Aceh itu sendiri, banyak sekali yang diabaikan. Seharusnya bahasa Aceh itu diwajibkan salah satu mata pelajaran di sekolah. “Bila sejak dini sudah diajari tentang pengatahuan sejarah Aceh dan berbahasa Aceh maka kejayaan Aceh akan kembali lagi,” ujar Husaini.
Dikatakan, sejauh ini banyak elemen masyarakat yang berusaha untuk membangkitkan kembali tentang sejarah-sejarah di Aceh, namun tidak ada perhatian yang signifikan dari pihak terkait seperti Pemerintah. Seharusnya pemerintah melalui dinas terkait harus lebih peka terhadap sejarah, begitu juga dengan eksekutif dan legeslatif di Aceh. “Bila ini diabaikan, maka sejarah Kesultanan Aceh akan hilang dan anak anak cucu kita ke depan,” sebutnya. (irn/analisa)
Belum ada komentar