[quote]Oleh Muhammad Farhan Barona[/quote]
[dropcap]D[/dropcap]alam ajaran agam Islam diperintahkan umatnya untuk saling berkasih sayang. Kehidupan masyarakat Islam yang dijalankan tiap-tiap tempat tentu berbeda-beda. Begitu pula yang saya alami selama tinggal di Istanbul, Turki.
Dalam tulisan ini, saya berusaha membandingkan nilai postif dari kehidupan Islam di Turki yang kurang bisa didapatkan di Indonesia. Meskipun Turki terkenal dengan sekularismenya, namun akar bangsa Turki merupakan Islam.
Banyak sekali ajaran Islam yang telah menjadi budaya Turki, salah satunya adalah dalam hal berkasih sayang.
Tidak saya batasi, dalam hal ini bukan berkasih sayang hanya dalam hal saling tolong menolong, melainkan lebih daripada itu.
Mungkin akan terlihat aneh bagi orang-orang indonesia jika saya mengatakan “aku mencintaimu” kepada sesama jenis. Pada awalnya, saya sempat merasa kaget terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa ia menyukai saya padahal kami berasal dari jenis kelamin yang sama. Ternyata, dalam keseharian orang-orang Turki, menyatakan kecintaannya terhadap seseorang bukanlah hal yang tabu.
Mereka tidak membatasi cinta hanya pada lawan jenis saja, ketika mereka mengatakan “aku mencintaimu karena Allah,” sungguh beruntungnya kamu karena Insyaallah mendapatkan orang yang paham akan Islam yang bisa membawamu ke arah yang lebih baik.
Saya menyadari selama ini hanya membatasi cinta itu hanya pada lawan jenis. Tidak sedikit yang menyertakan cinta bersama dengan nafsu. Ternyata, saling mencintai sesama muslim tanpa berlandaskan pada lawan jenis saja sudah diajarkan dalam Islam.
Maaf jika sedikit berburuk sangka, anda mungkin berfikir bahwa saat ini saya sudah melenceng secara moral, anda salah. Saya hanya ingin memberikan pemahaman saya bahwa cinta tidak bisa dibatasi dengan jenis kelamin belaka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang laki-laki mengunjungi saudaranya (seiman) di kota lain. Lalu Allah mengirim satu malaikat untuk mengikuti perjalanannya. Tatkala bertemu dengannya, Malaikat itu bertanya : “Ke manakah engkau hendak pergi?” Ia menjawab : “Aku hendak mengunjungi saudaraku di kota ini.” Malaikat itu bertanya lagi : “Adakah suatu keuntungan yang engaku harapkan darinya?” Ia menjawab : “Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.” Maka malaikat itu berkata : “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (544), Ibnu Hibban (2509), al-Hakim (IV/171) dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XIII/52) dari jalur Mubarak bin Fudhalah.)
Dalam hadist lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda yang artinya, “Apabila Allah mencintai seorang hamba niscaya Jibril akan berseru : “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia. Maka Jibril pun mencintainya, lalu Jibril menyerukan kepada penghuni langit : “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia. Maka penghuni langit pun mencintainya, kemudian diberikan kepadanya penerimaan yang baik di kalangan penduduk bumi.” (Hasan, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (594), ad-Dulabi dalam al-Kuna (I/150 dan II/7) dan al-Baihaqi (VI/169).
Mencintai sesorang karena Allah merupakan hal yang masih jarang terlihat saat saya kembali ke Indonesia. Entah mengapa, mungkin pemahaman akan cinta yang selama ini saya dapat hanya sesempit antara nafsu perbedaan kelamin, atau bisa jadi juga saya yang tidak terbuka akan hal-hal ke-Islam-an sebelumnya.
Terlihat jelas, bahwa hadist dari Rasulullah SAW (yang aku telah mencintainya melebihi apa yang aku miliki) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan cinta Allah SWT (yang aku mencintainya melebihi sesuatu apapun) adalah dengan mencintai sesama muslim. Mencintai.
Saat masih di Turki, saya pernah dihadapkan pada kondisi dimana saya merasa canggung dan aneh saat seseorang menyatakan bahwa ia mencintai saya karena Allah. Ketika saya menanyai alasannya, sangat gampang, ia hanya merasa bahwa saya bisa menjadi seorang saudara baginya yang akan membawa ia untuk terus mengingat Allah dikarenakan saya shalat 5 waktu sebagaimana mestinya.
Perlu diketahui, pada dasarnya orang muslim yang melakukan shalat 5 waktu di Turki hanya berkisar 30%, persentase ini saya dapat dari hasil bertanya ke kebeberapa orang asli Turki.
Saya merasa aneh pada pernyataan tersebut karena saya belum pernah merasakannya dan saya tidak punya jawaban atas pernyataan tersebut. Hingga pada akhir dari perbincangan kami, dia mengharapkan agar setiap kali saya bertemu dia, saya dimintai untuk memberikan salam “Assalamualaikum”. Sebelumnya, ia adalah orang yang terus memberikan salam kepada saya dan saya selalu menjadi orang yang terus menjawab salam darinya.
Pada suatu ketika, saya mulai merasakan perbedaan tentang bagaimana saat saya bertemu dia. Ketika itu saya mengatakan kepadanya, bahwa saya merasakan nilai ke-Islam-an saya bertambah saat bertemu ia.
Perbincangan kami selalu mengenai bagaimana tata cara beribadah, mengingatkan satu sama lain tentang halal-haram, mengajarkan amalan sunnah, hingga memberi nasihat tanpa melihat bahwa umur saya jauh dibawahnya.
Ketika itu pula, saya bisa merasakan bahwa hati saya jauh lebih tentram saat saya bersama orang-orang yang terus bisa mengingatkan saya untuk mengingat Allah. Disaat itulah saya merasakan, bagaimana seharusnya seorang muslim bisa saling mencintai seperti ia mencintai dirinya sendiri sehingga mereka dapat mengingatkan untuk terus berada di jalan Allah.
Dia berkata kepada saya, “Dan kamu merasakannya sekarang, itulah mengapa saya memintamu untuk terus memberi dan menjawab salam.”
Hal ini sesuai dengan hadith, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Kalian tidak akan masuk Surga hingga beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga saling berkasih sayang. Maukah kalian aku beritahu seseuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling berkasih sayang? Sebarkanlah salam diantara kalian.” (Shahih lighairihi, HR. Abu Dawud (2681) dari Jalur Yahya bin al-Harits dari al-Qasim dari Abu Umamah)
Sekarang anda paham bagaimana kekuatan dari salam? Masyaallah, ia bisa melunakkan hati yang keras dan membuat dua orang saling mencintai.
Seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya Allah akan bertanya nanti pada hari Kiamat : “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku yang tiada yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” ( HR. Ahmad (V/229, al-Hakim (IV/169) dan selain keduanya dari hadits ‘Ubaidah bin ash Shamit).
Saya sempat takut akan perasaan saya terhadap orang yang menyatakan cintanya kepada saya. Saya takut bahwa cinta saya kepadanya merupakan sebuah bentuk dari ketidaknormalan. Namun, saya melihat bahwa saya mencintai dia dengan alasan yang sama seperti ia mencintai saya, saya merasakan jika saya lebih bisa mencintai Allah setelah saya bersama orang-orang yang peduli akan keislaman saya.
Menyadari hal ini, saya melihat bahwa jika seseorang benar-benar mencintai kamu karena Allah tentu ia akan berusaha menjagamu untuk tetap di jalan-Nya. Dan pada saat itu saya percaya bahwa bahwa saya sudah bisa memahami bagaimana mencintai sesama muslim karena Allah.
Jika suatu saat ada yang mengatakan kepadamu, “aku mencintaimu karena Allah,” maka jawablah sesuai dengan hadist dari Rasulullah SAW, “Semoga Allah mencintai kamu yang cinta kepadaku karena-Nya.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih 4/333).
Jangan ragu untuk menyatakan jika kamu mencintai seseorang karena Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu mencintai sahabatnya, hendaklah ia mendatangi rumahnya dan memberitahukan kepadanya bahwa ia mencintainya karena Allah.” (HR.Muslim (II./35, Nawawi, dari Abu Hurairah).
“Apabila salah seorang dari kamu mencintai saudaranya karena Allah hendaklah ia memberitahu kepadanya, karena hal itu dapat melanggengkan kasih sayang dan memperkuat rasa cinta.” (Shahiihul Jaami’ ash wa Ziyaadatuhu no. 3562)
Carilah cinta Allah dengan saling mencintai saudara seiman, kepedulian akan mencintai sesama muslim akan meningkatkan ukhuwah dan kepeduliah untuk terus berada di jalan Allah.
Saya boleh jadi merupakan orang yang mendapatkan hidayah untuk merasakan hal ini, saya sudah mencari-cari tentang hal ini sejak lama. Hidayah itu dicari, bukan ditunggu dengan duduk manis. Semoga Allah memberikan petunjuk bagi semua muslim dan menjauhkan kita dari syaitan penggoda yang terkutuk.
Perlu diketahui juga bahwa, orang-orang yang mencintai sesuatu karena Allah mereka akan mendapatkan posisi-posisi penting yang tentu telah dijanjikan olehNya.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shahih Bukhari, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Itulah keutamaan orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang shaleh, pelaku kebaikan yang masih hidup atau pun yang telah pergi. Namun, kecintaan ini dilakukan dengan melakukan perintah Allah dan Rasul-Nya, menjauhi setiap larangan dan beradab sesuai dengan Syari’at Islam. (Lihat Syarh Muslim, 8/483)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah riwayat dari Rabbnya: “Allah berfirman : “Cinta-Ku telah ditetapkan bagi siapa saja yang saling mencintai karena Aku”. (HR. Bukhari (VI/303, X/461, al-Fath), Muslim (XVI/183-184 an-Nawawi), dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dalam hadist lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada yang bukan Nabi, tetapi para Nabi dan Syuhada merasa cemburu terhadap mereka. Ditanyakan : “Siapakah mereka? Semoga kami dapat mencintai mereka. Nabinya menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena cahaya Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab di antara mereka. Wajah-wajah mereka tidak taku di saat manusia takut dan mereka tidak bersedih di saat manusia bersedih. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membacakan ayat : “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Yunus : 62). (Shahih, at-Tirmidzi (2390) dan Ahmad (V/236-237) dari jalur Ja’far bin Barqan).
Begitu juga dengan hadist lain yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang 7 golongan yang mendapatkan naungan dari Allah. “Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selainNya : (1) Seorang imam yang adil. (2). Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Rabbnya. (3). Seorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid. (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah ; berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah. (5) Laki-laki yang diajak oleh seorang wanita yang tepandang dan dan cantik untuk berzina lantas ia berkata : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah.” (6) Seorang yang menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (7). Seorang yang berdzikir kepada Allah dengan menepi seorang diri hingga bercucuran air matanya.” (Shahiih lighairihi, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (401). Dari jalur Sinan bin Sa’ad dari Anas)
Semoga bermanfaat buat kita semua, Wallahu a’lam bish shawab.[]
*Mahasiswa Teknik Arsitektur Universitas Indonesia, Student Internships di Zambak Mimarlık, Istanbul – Turki
Belum ada komentar