Seputaraceh

Gerakan Pemuda, Petisi Daring, dan Kota Munir

Gerakan Pemuda, Petisi Daring, dan Kota Munir
Gerakan Pemuda, Petisi Daring, dan Kota Munir

TOKOH pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) asal Malang, Munir suatu kali berkata, “Jangan takut akan perasaan takut kita sendiri, karena perasaan takut kita dapat menghilangkan akal pikiran sehat kita.” Perkataan Munir itu sangat relevan dengan yang sedang dituju gerakan Parlemen Muda ini: membebaskan para pemuda dari rasa takut akan masa depan perpolitikan Indonesia yang makin menampakkan kebusukannya.

Usman Hamid, pendiri platform petisi online Change.org Indonesia, turut menjadi pembicara di Roadshow terakhir Parlemen Muda yang bertajuk “Pemuda Jangan Takut Politik” pada 14 September 2013 di Malang. Usman menilai, ketakutan dalam membayangkan bagaimana nasib perpolitikan Indonesia ke depan inilah yang membawa keapatisan dan sikap apolitis dalam tubuh anak muda.

“Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada panitia yang membolehkan saya berbagi dengan pemuda-pemuda luar biasa dalam acara Parlemen Muda ini. Gerakan ini juga sekaligus memberi harapan baru bagi perpolitikan Indonesia ke depan yang tidak elitis dan jujur dalam penegakan nilai-nilai kemanusiaan,” seru Usman Hamid, dalam Roadshow Parlemen Muda yang terakhir bersama narasumber lainnya seperti Ketua Indonesian Future Leaders Bandung Gigih Septianto dan Putri Rizkiyani.

Dalam presentasinya, Usman menjelaskan bagaimana minat kelompok anak muda ini dalam politik terbagi-bagi dalam era digital seperti sekarang. Anak muda cenderung malas terlibat jika menyangkut tentang proses pemilu voting, politik dan pemerintahan yang birokratis, korup, dan mengabaikan sisi inovasi. Namun, kelompok anak muda akan mudah diajak ikut serta jika terkait dengan komunitas, grup-grup online, kegiatan volunter, aktivisme sosial, dan lifestyle politics. Mereka cenderung tidak percaya pada media partisan dan politisi.

Hal inilah yang kiranya dilihat Usman pada gerakan Parlemen Muda ini. Parlemen Muda sangat berpotensi untuk menggeser pandangan-pandangan apatis dan apolitis di kalangan anak muda. Mereka diharapkan menjadi lebih partisipatif dan berani ikut ambil bagian dalam proses perpolitikan.

Sebagai pendiri Change.org, Usman melihat banyak anak muda, baik secara individu maupun komunitas, yang membuat perubahan-perubahan melalui kampanye sosial di petisi online. Aktivisme juga bergerak dari tradisional ke medium baru (online). Anak muda terlibat secara aktif dalam mengawasi dan mengkritik jalannya kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Menurut Pew Research Center’s Internet and American Life Project Civic Engagement Survey, pengguna sosial media muda lebih kerap menggunakan alat untuk berpartisipasi menjadi suatu bagian dari warga negara.

Ada kecenderungan yang menurun dalam aktivisme tradisional, yang diikuti peningkatan pada aksi personal melalui media sosial. Aksi personal itu bisa dalam bentuk boykot, penolakan konsumsi, petisi tertulis, opini di media masa, pengemukakan opini di sosial media, dan melalui petisi online.

“Petisi online bisa menjadi alat yang efektif untuk melengkapi kampanye-kampanye sosial. Gerakan digital anak muda ini akan menjadi masa depan bagi aktivisme sosial dan politik yang tiap harinya terus bertumbuh,” lanjut Usman.

Petisi online menjadi semakin populer karena mudah, dapat benar-benar memberi tekanan pada target, cepat menyebar ke jutaan pengguna internet, dan mudah mengumpulkan dukungan dari individu-individu yang tersebar di berbagai daerah. Peran inilah yang penting bagi sebuah gerakan sosial untuk mewujudkan perubahan. Dan anak muda, sebagaimana dulunya terkenal dengan sebutan agent of change, menjadi penggerak utama dalam agenda perubahan negeri ini. (rel)

Belum ada komentar

Berita Terkait