Banda Aceh – Pemerintah Aceh dalam waktu dekat akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, yang dinilai sangat lamban.
Dikatakan Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, selama ini Disbudpar Aceh sangat kurang melahirkan program-program yang bisa meningkatkan industry pariwisata Aceh, serta tidak memberikan nilai tambah dalam mempromosikan Aceh.
“Kami akan evaluasi dinas tersebut, karena kita anggap dinas tersebut lambat melaksanakan tugas,” kata Nazar kepada wartawan, Rabu (27/6) di Banda Aceh.
Nazar mengungkapkan, selama ini yang bergerak hanya Disbudpar Kota Banda Aceh, yang banyak melakukan kegiatan budaya dan juga dibuat oleh pihak ketiga.
“Namun sangat disayangkan, Disbudpar Aceh kurang menanggapi kegiatan itu,” ujarnya seraya mencontohkan pelaksanaan Aceh International Folklore Festival yang dilaksanakan oleh pihak ketiga.
“Hal ini bisa kita lihat langsung kinerja Disbudpar Aceh. Seperti kegiatan budaya internasional yang dihadiri Sembilan negara itu saja tidak melibatkan diri, padahal kegiatan itu dilakukan pihak ketiga,” papar Nazar.
Ketua Tim Komisi X DPR, Utut Adianto mengatakan, untuk mencari solusi atas masalah di daerah terhadap masalah budaya, maka pihaknya akan membicarakan soal alokasi anggaran.
Dikatakan, sebetulnya Aceh memiliki warisan budaya yang besar pengaruhnya ke luar negeri, namun pemerintah tidak serius melestarikan kekayaan budaya yang ada di seluruh Aceh.
Cagar Budaya
Sebelumnya Utut mengutarakan, di Aceh ada laporan bahwa sekitar 6.000 cagar budaya diambil secara ilegal oleh pedagang luar negeri, sebagian dibawa ke Malaysia, dan sekitar 500 buah dibawa ke Brunai Darussalam.
“Sebagian cagar budaya yang masih ada di Aceh kondisinya dalam keadaan memprihatinkan, tanpa ada pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah atau instansi terkait,” kata Utut.
Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan upaya pelestarian. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan masyarakat agar tidak menjual aset budaya tersebut. “Namun pemerintah harus menegaskan bahwa tidak boleh lagi cagar budaya yang diambil,” katanya.
Diakui Utut, upaya pemulangan cagar budaya yang telah dibawa ke luar negeri itu terkendala dana. “Tetapi kita tetap akan pikirkan bagaimana jalan keluarnya, karena cagar budaya tersebut sangat penting sebagai bagian peninggalan sejarah,” ucapnya. [mbd]
Belum ada komentar