Banda Aceh – Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menolak keberadaan komunitas anak “punk” karena meresahkan masyarakat dan dikhawatirkan mempengaruhi generasi muda di daerah itu.
“Di Aceh tidak boleh ada komunitas anak punk, apalagi masyarakat kota Banda Aceh berkomitmen menjalankan hukum syariat Islam dalam kehidupannya sehari-hari,” kata Illiza di Banda Aceh, Rabu (14/12).
Ia mengaku prihatin menyaksikan puluhan anak punk dari Kota Banda Aceh yang terjaring dalam razia penertiban yang dilakukan tim gabungan dari Polresta dan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Dalam penertiban itu petugas mengamankan 65 anak punk dari kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Tamiang, Takengon, Sumatera Utara, Lampung, Palembang, Jambi, Batam, Riau, Sumatera Barat, Jakarta dan Jawa Barat saat menggelar konser di taman budaya.
Seluruh anak punk tertsebut selanjutnya diamankan di Mapolresta dan diberikan pembinaan mental dan rohani di Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah selama 10 hari sejak Selasa (13/12).
Didampingi pengurus Komite Pengutan Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) Wirzaini Usman, ia mengatakan Pemerintah Kota Banda Aceh telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk memberikan pembinaan agar mereka kembali hidup normal.
“Kehidupan yang mereka jalani saat ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, jika kita biarkan, perilaku mereka akan mempengaruhi generasi muda Aceh,” katanya.
Menurutnya, untuk mengantisipasi pengaruh berbagai aliran sesat dan perilaku yang menyimpamg dari ajaran Islam, Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah membentuk KPA-PAI.
“Pengurus dan anggota KPA-PAI itu terdiri atas seluruh komponen masyarakat, keberadaan lembaga ini juga untuk mengantisipasi dan membina warga yang telanjur dipengaruhi berbagai aliran menyesatkan serta munculnya perilaku menyimpang,” katanya.
Illiza juga mengharapkan peran orang tua untuk selalu mengawasi pergaulan putra-putrinya.(ant)
Belum ada komentar