Banda Aceh, Seputar Aceh – Seniman Aceh yang tergabung dalam Komite Sentral Seniman Aceh (KSSA) menilai, terpilihnya Teuku Kamal Sulaiman sebagai ketua Dewan Kesenian Aceh tidaklah mewakili para seniman Aceh, tetapi merupakan paksaan rezim pengurus lama untuk kembali berkuasa.
Dalam jadwalnya dan undangan yang disebar DKA disebutkan Rapat Kerja (Raker) bukan Musda.
“Panitia mengklaim Musda dilakukan atas persetujuan dari gubernur, dan aneh kenapa gubernur menyetujui, sedangkan Musda dilakukan tanpa pertanggungjawaban apapun. Untuk ini perlu ada klarifikasi dari gubernur,” kata Juru Bicara KSSA, Imam Juaini seusai melakukan pertemuan dengan anggota komite KSSA lainnya di IAIN Ar-Raniry, Jumat (13/11)
“Intinya KSSA ini lebih membicarakan soal lembaga baru yang representative untuk seniman. Untuk mengakomodir sebuah perubahan dalam pengelolaan kesenian di Aceh, maka yang harus dilakukan adalah kongres seniman,” kata Imam.
Imam juga mengatakan, KSSA keberatan dan sekaligus menyampaikan beberapa pokok tuntutan kepada Pemerintahan Aceh, terutama kepada Gubernur Aceh, sebagai pihak yang mengeluarkan SK pengesahan DKA.
“Pertama, kami meminta Gubernur Aceh membentuk tim Audit Keuangan terhadap dana DKA yang sampai sejauh ini belum pernah ada LPJ,” kata Imam.
Selain, menurutnya KSSA juga meminta meminta Gubernur Aceh tidak menanda tangani SK pengurus DKA terpilih, karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, hingga masalah itu dianggap selesai.
“Terakhir kami Meminta Pemerintahan Aceh mendanai Konggres Seniman se-Provinsi Aceh, untuk bisa menampung semua aspirasi seniman di seluruh Provinsi Aceh, yang diharapkan out put dari Kongres tersebut melahirkan sebuah lembaga semacam Majelis Seniman Aceh, yang sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh No.11 tahun 2006,” kata Imam. [sa-amz]
didemo besar2an pasti selesai hehehe