Kita lebih banyak mengenal masakan daging sapi/kambing dengan bumbu karinya, daging stek/semur yang dominan dengan kecap, serta jenis-jenis masakan daging lainnya. Di Aceh, khususnya Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie dan sebagian wilayah Aceh Barat, ada menu daging yang sangat khas yaitu “kuah blang” (Gulai Sawah). Ihwal disebut kuah blang, karena racikan bumbunya memang sangat khas.
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh ketika musim tanam padi tiba. Sebelum dimulainya waktu turun kesawah, terlebih dahulu diadakan selamatan memohon kepada Yang Maha Kuasa supaya hasil padinya bagus, jauh dari gangguan hama dan memenuhi panen seperti yang diharapkan. Hajat ini dinamakan kenduri blang (selamatan turun ke sawah). Dengan menyembelih seekor sapi/kerbau atau bahkan lebih tergantung kemampuan masyarakatnya. Daging sapi/kerbau dimasak menggunakan belanga besar dengan bumbu khas kuah blang untuk dimakan bersama-sama.
Hingga kini, kuah blang menjadi sangat dominan sebagai menu utama disetiap acara kenduri/selamatan, hajatan, pesta perkawinan anak dan kegiatan-kegiatan perayaan lainnya. Sehingga, bila tidak ada menu kuah blang, maka belum dikatakan lengkap acara/kenduri tersebut. Perayaan dalam bentuk apapun yang diselingi dengan makan bersama, kuah blang merupakan menu utama disamping menu-menu yang lain.
Jenis bumbu kuah blang terdiri: kelapa gonseng, cabe merah kering, lada, kunyit, bawang putih dan merah, yang semuanya dihaluskan menjadi bumbu. Sebagai pengharum kuah dimasukkan daun kelor, kayu manis dan ditambah bawang merah yang dirajang. Untuk lebih terasa lagi nikmatnya –maaf tidak dianjurkan– ditambah sedikit biji ganja yang telah ditumbuk halus. Untuk biji ganja ini, berhubung telah dilarang dan diharamkan (masuk jenis narkoba), maka sudah tidak digunakan lagi. Namun, tidak menghilangkan aroma serta kenikmatannya karena telah ditambah dengan bawang merah yang dirajang.
“Mengenai biji ganja (mariyuana), itu merupakan salah satu jenis bumbu masak yang selalu digunakan oleh masyarakat Aceh sejak dahulu kala. Tapi sekarang, ganja telah disalahgunakan pemanfaatannya sebagai benda yang dapat membuat seseorang “flay” bila menghisapnya. Sehingga, negara membasmi serta mengharamkan ganja dan masuk kedalam jenis obat-obat terlarang. Dan bagi pemakai serta pengedar barang yang sudah haram ini, akan dikenai hukuman dan dipenjarakan”.
“Oleh karena sebagai bumbu masak, pohon ganja tumbuh liar dan menjamur di hutan-hutan Aceh seperti pohon/daun-daun lainnya yang sering digunakan untuk penyedap masakan oleh masyarakat Aceh. Tapi, sekarang pohon ganja yang banyak terdapat di tanah Aceh sudah mulai punah dan dipunahkan. Masyarakat sudah tidak lagi menggunakannya sebagai bumbu penyedap masakan.
Pemakaian yang berlebihan sangatlah berbahaya jika fisik seseorang tidak tahan dan berakibat sangat fatal dan dapat merusak jiwa serta mental. Daya pikir juga akan menjadi mundur dan sering lupa. Saya sangat tidak menganjurkan untuk digunakan sebagai bumbu penyedap masakan yang berakibat menjadi alat penghayal yang akhirnya bisa melupakan dirinya sendiri (gila)”.
Di Aceh banyak terdapat warung-warung/restauran yang menyajikan menu khas kuah blang dari daging kambing (bu sie kameng kuah blang). Bahkan, banyak diantaranya warung yang hanya khusus menyediakan daging kambing saja tanpa ada menu-menu lainnya.
Warung-warung tersebut banyak ditemui dihampir seluruh pelosok wilayah Aceh. Syahdan, menu khas kuah blang daging kambing ini telah banyak mengingatkan tamu-tamu yang pernah berkunjung ke Aceh untuk kembali lagi Mereka datang lagi hanya sekedar untuk dapat mencicipinya kembali.
Aroma khas dari daging “si beken” ini telah merambah ke hampir seluruh kota-kota besar Indonesia. Namun, gulai kambing yang disajikan di luar wilayah Aceh, bumbunya sudah terimprovisasi dengan khas daerah setempat. Sehingga, nuansa kuah blang seperti yang aslinya di Aceh sudah tidak ada dan berganti dengan rasa kari kambing. Tapi, racikan dari bumbu utama masih dominan.
Bu sie kameng (nasi kambing) ini tidak boleh dikonsumsi berlebihan oleh mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi. Apalagi bila menyantap kepala kambing. Ini bisa langsung bereaksi tensi darahnya dan terasa pusing-pusing. Sebagai menu penyeimbang, adalah air ketimun. Dan, disetiap warung/restauran di Aceh yang menyediakan daging kambing kuah blang, selalu ada air ketimun.
Daging kambing mempunyai kandungan/sipat yang panas. Konon, bila sering mengkonsumsinya, badan akan terasa hangat. Juga dapat meningkatkan stamina tubuh serta gairah yang besar. Kambing Aceh masih tergolong alami karena mendapatkan makanan dedaunan yang masih banyak terdapat di hutan-hutan Aceh. Tidak diberi ampas tahu yang akan membuat dagingnya terasa tidak gurih.
Perbedaan antara kambing penggemukan (ampas tahu) dengan yang alami adalah, salah satunya pada tarikan kulit dan kelincahannya. (Foto dan Teks Pemuda Punge Blang Cut)
Assalam mualaikum ww
Salam Sejahtra dan sukses selalu utk rekan rekan saudaraku serumpun
Dear Seputar Aceh
kami mengajak seluruh lapiasan yang hobby dan senang peduli pada ciri
khas aceh,kalo bukan kita siapa lagi?
kami mengajak mempublikasikan masakan aceh,kesenian aceh,kerajinan
aceh,oleh oleh khas aceh
kami mengajak berkumpul di dunia maya ,dlm suatu forum mengenai hal
tsb di atas secara lokal,nasional dan internasional
kami mengajak membuka bisnis penjualan di work shop dan penjualan
secara online delivery order/COD/paket kiriman YES,ONS,HDS dll
kami mengajak siapa saja yang minat ber-investasi
kami mengajak membuka website http://www.masakanaceh.com atau http://www.hidanganaceh.com
mengadakan polling utk merekrut(RECRUITMENT) top 1 s/d 10 produser
oleh2 khas aceh
mengadakan polling utk merekrut(RECRUITMENT) top 1 s/d 10 ahli masakan khas aceh
mengadakan polling utk merekrut(RECRUITMENT) top 1 s/d 10 produser
kerajinan dan kesenian khas aceh
mengadakan polling utk merekrut(RECRUITMENT) top 1 s/d 10
marketing/promosi khas aceh
work shop/HeadOffice/miniGalery merangkap Hotel Rental berada di Jakarta
Resto ACEHNESE FOOD
Wassalam
Munardi MHD
081314421463
mhn bantuan utk meneruskan/menyebar email ini,utk rekan se ide seirama
dalam hal mempublikasikan KHAS Aceh secara Internasional