HUKUMAN mati yang diterapkan Indonesia terhadap para pengedar narkoba memang memunculkan sejumlah dukungan dan penolakan. Pemerintah menegaskan memiliki alasan kuat menghukum mati terpidana kasus narkoba.
Dasar hukum yang digunakan ialah apa yang tertuang Dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Pasal 6, yang menyebutkan bahwa hukuman mati bisa dilakukan untuk kejahatan serius. Di Indonesia, ada dua jenis kejahatan yang digolongkan sebagai kejahatan serius, yaitu terorisme dan mengedarkan narkoba.
Prancis sempat mempersoalkan penerapan hukum ini karena salah seorang warga negaranya masuk daftar terpidana hukuman mati di Indonesia, namun Duta Besar Republik Indonesia untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Ogroseno, mengatakan masyarakat Eropa tidak terlalu mempersoalkan hukuman mati bagi pengedar narkoba di Indonesia.
“Biasa saja, masyarakat Indonesia sendiri saja yang terlalu kaget dengan hukuman mati,” ujarnya seusai menjadi pembicara dalam Forum Asia Afrika 2015 di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis.
“Mereka juga tidak mengecam karena memang lain persoalan hukumnya,” katanya.
Kendati demikian, ia menilai, di Eropa memang sudah tidak lagi menerapkan hukuman mati karena sudah terlalu lama memiliki pengalaman perang yang mengakibatkan banyak korban, baik dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
“Mungkin sudah jenuh mereka,” ujarnya.
Apalagi, menurut dia, hukuman mati di Indonesia berlandaskan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang diadopsi dari hukum Belanda, meskipun di Belanda sendiri tidak lagi menggunakannya.
Menurut Havas, di Amerika Serikat (AS) justru hukuman mati lebih lama diterapkan, bahkan hingga saat ini total narapidana yang dihukum mati, termasuk warga negara asing mencapai 400 orang.
“Pada kenyataanya dunia, termasuk masyarakat Eropa, juga menanggapi biasa saja. Tidak dipermasalahkan,” ujar diplomat karir Kementerian Luar Negeri yang pernah bertugas di Jenewa (Swiss) dan Lisabon (Portugal) itu.
Pemerintah Indonesia belum lama ini mengeksekusi mati 14 orang terpidana narkotika yang dibagi dalam dua gelombang. Dari ke 14 tersangka tersebut, tiga di antaranya berasal dari negara Benua Eropa, yaitu Tommi Wijaya (Belanda) Raheem Agbaje Salami (Spanyol), dan Martin Atloui (Perancis). Dari ketiganya, hanya Martin Atloui yang eksekusinya ditangguhkan karena proses hukum belum selesai. (dbs)
Belum ada komentar