[quote]Oleh Rudhy Suharto[/quote]
Menumbuhkan sikap empati merupakan ajaran Islam yang dianjurnkan. Sebab Islam adalah agama yang mengajarkan kepada pengikutnya untuk selalu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jika ada yang sakit di antara mereka, maka yang lain pun ikut merasakan sakitnya. Jika ada yang kurang beruntung, maka yang lain pun juga bisa merasakan bagaimana menjadi orang yang beruntung.
Kesadaran empatik ini juga tercermin dari seluruh kehidupan Nabi saw. Penyampai firman Allah ini dalam hidupnya juga telah didesain oleh Allah untuk bisa berempati dengan semua jenis umatnya. Beliau bisa merasakan hidup orang miskin maupun anak yatim, bisa mengalami beratnya menjadi pekerja, dan juga merasakan suka dukanya orang berharta. Bahkan kepada orang yang tidak mengerti pun Rasulullah saw amat berempati. Seperti dikisahkan dalam riwayat berikut ini.
Ketika itu para sahabat sedang berzikir di masjid Nabawi. Kesyahduan dzikir mereka terusik ketika seorang laki-laki Arab Badui tiba-tiba berulah dengan kencing di dalam masjid yang saat itu lantainya masih berupa tanah. Kontan dengan spontanitas mereka bereaksi emosional. Rasullah saw yang melihat situasi panas tersebut dengan penuh empati dan kelembutan meluruskan reaksi berang sahabat dan aksi bodoh Arab badui tersebut.
Lalu Rasulullah saw memerintahkan para sahabat untuk bersabar dan membiarkan Arab badui menyelesaikan hajatnya serta meminta mereka menyiram bekas kencingnya agar merembes ke tanah dan hilang najisnya. Setelah situasi reda dan dapat diatasi, Rasulullah saw segera memanggil mereka semua. Beliau memberikan bimbingan kepada para sahabat tentang sikap empati yang akan membawa hikmah, yaitu dengan memaklumi ketidaktahuan Arab badui tersebut. Mereka pun menyadari reaksi kesabaran akan dapat menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru.
Melihat ini, orang Badui pun menyadari bahwa perbuatannya tida benar dengan mengotori tempat yang seharusnya dijaga kesuciannya. Sedangkan para sahabat akhirnya mengerti bahwa sikap empati dengan menyiram dan membersihkan kencing merupkan pelajaran bagi si Badui. Selain itu, mereka menyadari bahwa bersabar menanti selesainya kencing si Badui akan menghindari tiga mudharat, yakni gusarnya si badui yang merasa terusik hajatnya, menyakiti saluran kencing si badui yang terganggu kelancarannya, dan meluasnya area najis akibat kepanikan si badui dalam menuntaskan hajatnya.
Nabi saw memberikan pemahaman secara halus kepada si Badui bahwa perbuatannya tidak benar karena telah kencing di masjid dan itu tidak pada tempatnya sebab masjid dibangun sebagai tempat suci. Si Badui sangat terpesona oleh nasihat Rasulullah saw yang penuh empati itu. Namun, sebaliknya masih ia kecewa dengan sikap berang sahabat seraya berdoa “Ya Allah masukkanlah aku dan Muhammad ke dalam surga dan janganlah Engkau masukkan ke dalamnya seorang pun selain kami.”
Mendengar doa itu, Rasulullah saw menyikapinya dengan penuh empati demi melihat kenaifannya tanpa membodoh-bodohkannya seraya meluruskan doanya, “Wahai kamu, ketahuilah bahwa surga itu sangat luas dan jika kita berdua saja yang masuk niscaya akan sangat kesepian”.
Begitulah Rasulullah saw telah mendidik umatnya dengan penuh empati. Sulit ditemukan sosok pemimpin yang luwes, lapang dada, santun, dan sabar memenuhi segala tuntutan umatnya sebagaimana Rasulullah saw. Beliau bisa bersikap tegas, tapi lebih sering bersikap lemah-lembut kepada ummatnya. Justru sikap yang terakhir itu lebih dikedepannya dalam menghadapi setiap persoalan. Beliau bisa marah, tapi sikap pemaafnya jauh lebih luas dari segalanya. Apalagi jika berhadapan dengan sesama ummat Islam.
Allah sendiri menegaskan, “Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka.” (QS. al-Fath: 29)
Itulah sebabnya Rasulullah saw sangat dicintai umatnya. Saking cintanya, dalam sebuah bai’at, seorang lelaki pernah mengatakan, “Andaikata kita menyeberangi lautan dengan kapal, kemudian di tengah lautan kita diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk mencebur ke laut, pasti kita lakukan.”
Kepada umatnya, Rasulullah saw selalu mengedepankan sifat kasih sayang. Beliau berusaha mempermudah umatnya dalam melaksanakan syariat agama. Bukan sebaliknya, memberi beban yang akhirnya tak mampu dipikul oleh mereka. (pelitaonline.com)
Belum ada komentar