Seputaraceh

Perang Kerajaan Bengkulu dan Aceh Harus Diluruskan

Perang Kerajaan Bengkulu dan Aceh Harus Diluruskan
Perang Kerajaan Bengkulu dan Aceh Harus Diluruskan

Bengkulu – Perang Kerajaan Bengkulu, (kerajaan Sungai Serut) pada abad ke-XV terhadap pangeran dari Aceh harus diluruskan karena bukan masalah penolakan lamaran Putri Gading Cempaka tapi lebih tepatnya akibat permasalahan ekonomi.

“Banyak pihak mensinyalir, perang antara kerajaan Bengkulu dengan pengeran Aceh pada abad ke-XV itu akibat lamaran pangeran yang ditolak Putri Gading Cempaka dari Bengkulu, tapi masalah perebutan rempah-rempah yaitu lada,” kata Kurator Museum Bengkulu Muhardi di Bengkulu, Rabu (4/4).

Menurut pemerhati sejarah yang juga kurator Museum Negeri Bengkulu itu, sejarah perang antara kedua kerajaan itu harus diluruskan karena bukan mutlak karena pinangan pangeran Aceh yang ditolak oleh Putri Gading Cempaka, tapi masalah bisnis rempah.

Pada abad XV Bengkulu terbagi dua, bagian selatan dibawah pengaruh kesultanan Banten dan bagian utara dikuasai pangeran Aceh yang memperebutkan bisnis lada.

Ia melanjutkan, kerajaan itu inti permasalahan adalah ekonomi tapi kalau sudah ke alur cerita, maka munculah kisah melankolik dan romantis yang mengatakan bahwa perang itu terjadi karena lamaran Pangeran Aceh ditolak oleh Putri Gading Cempaka Bengkulu.

Padahal inti terjadi perang kedua daerah itu adalah lada karena pada masaa itu dari Kabupaten Kaur hingga Mukomuko, Air Manjunto mayoritas lada.

Pada masa itu lada asal Kaur begitu primadona bagi orang-orang Eropa dan ini menjadi produk rebutan bagi kerajaan-kerajaan yang menduduki Bengkulu.

Indikasi berikutnya adalah berdirinya benteng Marlborough yang dibangun Inggris dengan bentuk yang besar dan tentu memakan modal cukup banyak.

“Tidak mungkin Inggris mau membuang-buang uang begitu saja membangun sebuah benteng terbesar di Asia Tenggara, kalau di Bengkulu tidak ada penghasilan yang besar yakni lada,” ucapnya.

Ia menegaskan, bisa saja pada saat itu memang benar lamaran pangeran Aceh ditolak putri Gading Cempaka dari kerajaan Sungai Serut Bengkulu, namun tentunya hal itu tidak menjadi motif terbesar terjadinya perang Aceh dan Bengkulu, ujarnya. (man/ant)

Belum ada komentar

Berita Terkait