Seputaraceh

Perbedaan Awal Puasa Tak Jadi Soal

Perbedaan Awal Puasa Tak Jadi Soal
Perbedaan Awal Puasa Tak Jadi Soal

Pangkalpinang — Perbedaan awal puasa yang kembali terjadi antara pemerintah dan beberapa organisasi Islam bukanlah suatu masalah dalam Islam. Hal ini lantaran dasar agama Islam sejatinya bersifat luwes.

Hal tersebut dikemukakan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Prof Dr Hatamar MAg. “Perbedaan ini tidak jadi masalah, karena pada dasarnya Islam adalah agama yang bersifat luwes,” ujarnya, Jumat (29/6).

Hatamar menjelaskan, dasar penetapan awal Ramadhan dalam Islam tidak hanya ditentukan dengan menggunakan satu metode saja.

“Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad memang ada beberapa cara dalam menentukan awal puasa, misalnya dengan cara hisab atau perhitungan secara matematis dan astronomis, ada lagi cara rukyat atau mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Hatamar mengatakan, tidak boleh ada sebuah pemaksaan untuk menyeragamkan penentuan awal puasa karena memang metoda yang digunakan untuk perhitungan berbeda. Meski demikian, Hatamar menegaskan, perbedaan tersebut haruslah masih sesuai dengan perhitungan yang benar.

Sebelumnya, dikemukakan Menteri Agama Suryadharma Ali yang memprediksikan adanya perbedaan penentuan awal puasa di antara beberapa organisasi masyarakat di Indonesia menjelang 1 Ramadhan 1433 Hijriyah.

Menurut Suryadharma, hal ini lantaran upaya penyatuan di kalangan ormas yang dilakukan Kementerian Agama gagal. “Selain itu, pemahaman mengenai kriteria penentuan awal puasa juga masih belum satu paham,” ujar Suryadharma.

Suryadharma menjelaskan, untuk menyatukan hari awal puasa pihaknya mengundang sejumlah ormas Islam untuk bertemu. Pertemuan digelar beberapa hari lalu. Tapi pertemuan tak membuahkan hasil.

Muhammadiyah Tidak Ikut Sidang Isbat

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, menegaskan bahwa organisasi yang dipimpinnya tidak akan mengikuti sidang isbat yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam menentukan awal bulan puasa dan lebaran 2012. Muhammadiyah menurutnya sudah menetapkan awal puasa jatuh pada 20 Juli 2012 dan salat Tarawih mulai 19 Juli 2012.

“Kami tidak ikut sidang isbat. Sidang isbat itu pada pikiran Muhammadiyah tidak perlu,” terangnya di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), beberapa waktu lalu.

Alasan Din, sidang isbat yang dilaksanakan hanyalah pikiran subjektif pemerintah. Di mana dalam penyelenggaraannya tidak melalui musyawarah dan tidak ada diskusi. Sehingga pemerintah dinilai Muhammadiyah tidak mengayomi seluruh umat Islam.

“Seharusnya pemerintah mengayomi seluruh umat yang berbeda pendapat. Muhammadiyah sejak tahun lalu sudah mengirimkan surat tidak akan ikut sidang isbat,” katanya.

Dia mengatakan, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912 silam tidak bisa ikut sidang menetapkan awal bulan puasa ataupun lebaran 2012, karena ada ilmu yang bisa dipelajari dalam menentukan hal itu, yakni ilmu falakh. Menurutnya astronomi itu adalah ilmu eksak.

“Alquran menyuruh kita untuk pandai berhitung. Oleh karena itu kita sudah memutuskan, insya Allah 20 Juli hari pertama puasa dan 19 Juli mulai salat Tarawih,” kata dia. (Suara Merdeka/Inilah.com)

Belum ada komentar

Berita Terkait