PASAR wisata Muslim di seluruh dunia semakin tak bisa dianggap sepele. Perkembangan ini juga dinikmati oleh Indonesia dan Malaysia yang menjadi tujuan teratas wisatawan Muslim dari seluruh dunia.
“Sebagai negara yang Muslim friendly, Indonesia dan Malaysia rugi jika tidak fokus ke segmen ini,” kata Menteri Pariwisata dan Budaya Malaysia Dato Seri Nazri Bin Tan Sri Abdul Aziz di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (17/2/2014) lalu.
Ia membuka acara Joint Seminar on Islamic Tourism (JoSIT) yang merupakan kerja sama antara Islamic Tourism Centre Kementerian Parisiwisata dan Budaya Malaysia dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Kedua negara tersebut menjadi destinasi teratas dalam daftar wisata Muslim di Asia Tenggara. “Makanya, kerja sama antarnegara yang peduli dengan produk dan jasa yang sesuai standar Islam ini sangat penting,” ujar Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar.
Berdasarkan data Thomson Reuters pada akhir 2013, Muslim secara global membelanjakan 137 miliar dolar AS sepanjang 2012 untuk wisata. Mereka juga memperkirakan jumlah nilai belanja wisata Muslim secara global meningkat menjadi 181 miliar dolar AS pada 2018.
Data dalam laporan berjudul State of The Global Islamic Economy 2013 Report itu menyebutkan jumlah tersebut sama dengan 12,5 persen dari keseluruhan nilai belanja wisata dunia. Angka itu belum termasuk nilai belanja yang dikeluarkan untuk umrah dan haji.
Pada 2014, Malaysia menargetkan enam juta kunjungan wisatawan Muslim atau 25 persen dari total kunjungan wisatawan ke negara itu.
Menteri Pariwisata dan Budaya Malaysia Dato Seri Nazri Bin Tan Sri Abdul Aziz mengatakan negaranya serius menggarap sertifikasi halal yang salah satunya untuk kepentingan wisata.
Sebelumnya, hotel-hotel besar di Malaysia memiliki dua dapur. Satu dapur untuk menyajikan hidangan halal dan satu lagi non halal.
“Tapi, kemudian itu tidak efektif dari sisi sumber daya, makanya kini hotel-hotel itu hanya punya satu dapur, yakni dapur halal,” katanya.
Menurutnya, pelaku bisnis di negara itu tak mau kehilangan mayoritas pangsa pasarnya karena tidak memiliki label halal.
Bagi turis non-Muslim, mereka tidak keberatan mengonsumsi makanan halal. Ia menuturkan tantangan ke depan bukan lagi restoran bersertifikat halal.
Tantangan itu, yakni memampang label nonhalal bagi restoran yang memang menyediakan makanan haram. “Kita ingin warga Muslim sudah tak ragu lagi dalam memilih restoran,” katanya. Pada praktiknya mayoritas restoran di Malaysia sudah berlabel halal.
Termasuk, restoran-restoran yang bagi penduduk domestik sudah dipastikan kehalalannya. “Orang Malaysia atau Indonesia tahu kalau rumah makan padang itu halal, tapi wisatawan Pakistan atau Afrika Utara dan Timur Tengah belum tentu. Itulah perlunya sertifikasi halal.”
Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam memang menikmati tren kunjungan wisatawan Muslim dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, berdasarkan data Crescentrating’s Halal Friendly Travel Ranking (CRaHFT), Singapura, sejak 2011 Malaysia berada dalam daftar teratas tujuan wisata Muslim dari negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Peringkat ini dibuat berdasarkan survei wisatawan dari negara OKI.
“Pemeringkatan ini dibuat dari perspektif wisatawan Muslim itu sendiri, apa-apa yang membuat mereka sebagai Muslim nyaman dalam melakukan perjalanan,” kata CEO Crescentrating Singapore Fazal Bahardeen.
Menurutnya, yang masuk dalam penilaian itu, antara lain, aksesibilitas, kenyamanan beribadah, dan kepastian dalam memilih restoran-restoran berlabel halal. Ramainya wisatawan Muslim ke Malaysia trennya sudah terlihat sejak 2002 dan terus meningkat.
Pada 2012 Malaysia kedatangan 5,5 juta wisatawan Muslim atau 22 persen dari total jumlah wisatawan ke negara tersebut. Hingga September 2013, angkanya sudah mencapai 4,3 juta orang atau 23 persen total wisatawan. (Wulan Tunjung Palupi/rol)
Belum ada komentar