Banda Aceh – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr Muhammad Nuh menyatakan, pemikiran tokoh-tokoh Aceh tempo dulu yang tertuang dalam berbagai bentuk karya, jangan sampai ditinggalkan dalam pelaksanaan pembangunan daerah setempat.
Karya para pemikir Aceh pada abad ke-16 seperti Tgk Syech Abdurrauf As-Singkili, dan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry, dan Hamzah Fanshuri disebutkannya masih sangat relevan digunakan untuk mencapai kemajuan seperti masa kejayaan Aceh.
“Untuk kemajuan Aceh, saya kira jangan sampai karya para pemikir tempo dulu diabaikan. Itu bias menjadi modal dan harus menjadi perhatian pihak perguruan tinggi yang ada di sini,” ujar Muhammad Nuh saat meresmikan renovasi gedung Kantor Pusat Administrasi (KPA) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Selasa (29/11).
Turut hadir Rektor Unsyiah, Prof Dr Darni M Daud MA, Gubernur Aceh diwakili Asisten III, Ridwan Hasan, Ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh, Warul Walidin dan undangan lainnya.
Menurut Mendikbud, pada abad ke-16, tanpa alat dan teknologi yang canggih seperti sekarang ini, tapi para tokoh pemikir tersebut bisa menulis buku-buku syiar Islam, fiqih, dan lain sebagainya. “Maka saya harap dengan meningkatkan dunia pendidikan ke arah yang lebih maju seperti dulu, bisa melahirkan pemikir-pemikir hebat untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia,” katanya.
Ia juga menyarankan Unsyiah membuat berbagai bentuk perlombaan atau festival untuk menggali lagi manuskrip dan karya-karya tokoh pemikir Aceh terdahulu untuk diperkenalkan pada anak didiknya. “Ilmu para pemikir Aceh terdahulu masih bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini sebagai langkah awal bagi anak didik menjadi pemikir intelektual seperti Syiah Kuala, Hamzah Fansuri, dan masih banyak lagi,” terangnya.
Peresmian gedung KPA Unsyiah tersebut ditandai penandatanganan prasasti dan pemotongan pipa oleh Mendikbud Muhammad Nuh. Gedung KPA tersebut sebelumnya terbakar pada tahun 2008, dan saat ini telah selesai direnovasi.
Universitas Perbatasan
Usai peresmian, Muhammad Nuh kepada wartawan mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini sedang memprogramkan pembangunan universitas-universitas di wilayah perbatasan, pulau terluar dan terdepan agar menjadi universitas yang exelent dan memiliki pusat unggulan sumber daya manusia (SDM), termasuk di Aceh.
Menurut Nuh, pembangunan pendidikan di daerah perbatasan karena dua pertimbangan. Pertama, karena daerah perbatasan dan wilayah terluar telah lama kurang mendapatkan perhatian. Kedua, ada perubahan strategi percaturan negara. “Hubungan antarnegara tidak semata-mata ditentukan oleh hubungan antaribukota, tetapi hubungan keseharian yang ditentukan di daerah perbatasan,” terangnya.
Nuh menambahkan, kualitas pendidikan di daerah perbatasan di Indonesia harus lebih baik dibandingkan dengan daerah perbatasan negara tetangga. Mulai tahun ini pemerintah akan menegerikan perguruan tinggi di daerah perbatasan sekaligus memperkuat pendidikan dasar di daerah perbatasan.
Menurut Mendikbud pihaknya siap memberikan dukungan penuh dalam berbagai bentuk kepada Unsyiah dan PTN lainnya di Aceh dalam upaya meningkatkan kualitas SDM-nya, sehingga melahirkan lulusan terbaik di Tanah Air.
Selain itu, Kementerian Pendidikan juga mendukung pendidikan jarak jauh dengan cara online. Tapi tidak untuk pendidikan kelas jauh, karena ada efek negatif yang akan ditimbulkan nanti, sehingga prosesnya tidak maksimal. Kalaupun masih ada yang melanggar, tentu akan dicabut izinnya.(analisa)
Belum ada komentar