Seputaraceh

Unik, Air Seni Dihargai Rp1.000/Liter

Unik, Air Seni Dihargai Rp1.000/Liter
Unik, Air Seni Dihargai Rp1.000/Liter

Indramayu – Air kencing ternyata bisa menjadi komoditas yang bernilai ekonomis. Buktinya di Desa Karanganyar, Kecamatan Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat, air kencing laku dijual. Pembelinya sebuah perusahaan pengolahan pupuk organik. Satu liternya dihargai Rp1.000.

Setiap hari, tak kurang dari 1.500 liter air kencing yang “diproduksi” berbagai lapisan masyarakat dikumpulkan dan ditampung di sebuah gudang milik PT Dwi Fajar, perusahaan yang memproduksi pupuk organik cair di Blok Karangsinom, Kandanghaur. Di gudang penyimpanan PT Dwi Fajar yang ber-AC itu, air kencing sudah tidak berbau lagi.

Air berbau pesing yang merupakan limbah manusia itu setelah dicampur dengan bahan-bahan bahan-bahan alami seperti air kelapa dan berbagai bahan lain kemudian diproses dan difermentasi menjadi sebuah produk pupuk organik cair yang mampu menyuburkan segala macam tanaman seperti padi dan palawija.

Pupuk organik cair itu dikemas dalam botol di mana 1 liter pupuk organik cair harga jualnya Rp30.000. Dan dosis untuk setiap 1 hektare tanaman padi cukup 2 liter saja atau seharga Rp60.000.

Perbandingan manfaat antara pupuk urea produksi pabrik dengan pupuk organik cair yaitu, 1 liter pupuk organik cair yang harganya hanya Rp30.000/liter ekuivalen 100 kg pupuk urea yang harganya Rp190.000. Penggunaan pupuk organik cair itu ternyata lebih efisien dan hasilnya sangat menggembirakan.

Berdasarkan hasil uji laboratorium milik PT Dwi Fajar, air kencing pada produk pupuk organik cair itu berguna membuat tanaman lebih tahan dari serangan dari penyakit. Sedangkan air kelapa untuk meningkatkan kesuburan tanaman, baik padi maupun palawija.

Pupuk organik cair kini jadi alternatif para petani di Indramayu khususnya dalam menghadapi kelangkaan pupuk urea serta mahalnya harga pestisida di pasaran. Dan yang terpenting, penggunaan pupuk organik cair itu aman dari dampak residu atau bahan racun yang merugikan kesehatan manusia. (Int/SB)

Belum ada komentar

Berita Terkait